Friday, June 7, 2019

PNEUMOTHORAX


A.      PENGERTIAN
Pneumothorax merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya udara didalam rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih tepat kalau dikatakan paru kolaps (jaringan paru elastis). Pneumothorax terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Pneumothorax terbuka, Pneumothorax tertutup dan Pneumothorax ventil (Mansjoer, dkk, 2008).
1.      Pneumothorax terbuka
Pneumothorax yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus dengan lingkungan luar.
2.      Pneumothorax tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
3.      Pneumothorax ventil
Ini merupakan Pneumothorax yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.

B.       ANATOMI FISIOLOGI
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung hawa, alveoli. Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, oksigen  masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (kiri dan kanan) (Mansjoer, dkk, 2008).
Paru-paru dibagi dua, paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan inferior. Tiap lobus terdiri dari belahan yang bernama segmen kemudian lobulus yang berisi bronkhiolus yang bercabang banyak disebut duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya 0,2-0,3 mm (Mansjoer, dkk, 2008).
Paru-paru terletak dirongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru atau hilus. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura, terbagi dua, pleura viseral dan pleura parietal. Antara keduanya terdapat kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis (Mansjoer, dkk, 2008).
Sumber: SINDOnews
(Gambar 1.1: Paru-paru Manusia)

Dalam Mansjoer (2008) proses terjasinya pernapasan terbagi dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus. Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau pasokan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran, anoksia serebialis. Guna penapasan :
a.    Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.
b.    Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang.
c.    Menghangatkan dan melembabkan udara.

C.      PENYEBAB
a.    Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi pada orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau terjadi dalam ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
b.    Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis (TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
c.    Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan, ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem
d.   Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumothorax dan hemothorax, disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera tumpul atau menembus (Sjamsuhidajat, dkk, 2014).

D.      MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (Muttaqin, 2014).
a.     Gejalanya bisa berupa :
1)   Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
2)   Sesak nafas
3)   Dada terasa sempit
4)   Mudah lelah
5)   Denyut jantung cepat
6)   Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
b.    Gejala lain yang mungkin ditemukan :
1)   Hidung tampak kemerahan
2)   Cemas, stress, tegang
3)   Tekanan darah rendah (hipotensi)

E.       PATOFISIOLOGI
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali normal. Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman penyebab radang yang terbanyak adalah f nechrophorum, chorinebacterium spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin (Mansjoer, dkk, 2008).
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit (Sjamsuhidajat, dkk, 2014).



















F.       PATHWAY



G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.    Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara
b.    Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c.    Pemeriksaan EKG
d.   Rontgen Thorax; menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
e.    Torasentensis; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
f.     Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb; mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
g.    Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 % (Mansjoer, dkk, 2008).

H.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pneumothoraks menurut Mansjoer, dkk (2008) adalah:
1.      Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat berupa plastic steril atau kotak rokok (selofan) bisa juga balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
2.      Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
3.      WSD (Water Sealed Drainage)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah.
4.      Tindakan bedah (torakotomi)
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit


I.         FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Anamnesis
a.       Identitas klien: nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama, stasus,  pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk RS.
Penanggung jawab klien: nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan klien.
b.      Keluhan utama: sesak napas, nyeri disisi dada yang sakit
c.       Riwayat Penyakit Sekarang: keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang mengenai rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll)
d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah menderita TB paru dimana sering terjadi pada Pneumothorax spontan.
e.       Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan Pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru, dll (Muttaqin, 2014).
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       B1 (Breathing)
Inspeksi: peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi: taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.
Perkusi: suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
Auskultasi: suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
b.      B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.
c.       B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
d.      B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
e.       B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
f.       B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum (Muttaqin, 2014).





J.        FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hyperplasia pada dinding bronkus (00031)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC: Stastus Pernafasan (0415)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Frekuensi pernafasan

5
2
Irama pernafasan

5
3
Sianosis

5
4
Penggunaan otot bantu nafas

5
5
Pernafasan cuping hidung

5
Keterangan:
1.    Deviasi berat dari kisaran normal
2.    Deviasi cukup dari kisaran normal
3.    Deviasi sedang dari kisaran normal
4.    Deviasi ringan dari kisaran normal
5.    Tidak ada deviasi dari kisaran normal

NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)
1.    Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
2.    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3.    Buang secret dengan memotivasikan pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender
4.    Kelola nebulizer ultrasonik sebagaimana mestinya
5.    Posisikan untuk meringankan sesak nafas

2
Gangguan   pertukaran   gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (00030)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC: Stastus Pernafasan (0415)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Frekuensi pernafasan

5
2
Irama pernafasan

5
3
Sianosis

5
4
Penggunaan otot bantu nafas

5
5
Pernafasan cuping hidung

5
Keterangan:
1.    Deviasi berat dari kisaran normal
2.    Deviasi cukup dari kisaran normal
3.    Deviasi sedang dari kisaran normal
4.    Deviasi ringan dari kisaran normal
5.    Tidak ada deviasi dari kisaran normal

NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)
1.    Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
2.    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3.    Buang secret dengan memotivasikan pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender
4.    Kelola nebulizer ultrasonik sebagaimana mestinya
5.    Posisikan untuk meringankan sesak nafas

NIC: Monitor Pernafasan (3350)
1.    Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
2.    Catat pergerakan dada, catat ketidaksemitrisan, penggunaan otot bantu nafas, retraksi pada otot supraclaviculas dan intercostal
3.    Monitor pola nafas (misalnya: bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot dan pola ataxic)
4.    Monitor kemampuan batuk efektif pasien

3
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
NOC: Stastus Pernafasan (0415)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Frekuensi pernafasan

5
2
Irama pernafasan

5
3
Sianosis

5
4
Penggunaan otot bantu nafas

5
5
Pernafasan cuping hidung

5

Keterangan:
1.              Deviasi berat dari kisaran normal
2.              Deviasi cukup dari kisaran normal
3.              Deviasi sedang dari kisaran normal
4.              Deviasi ringan dari kisaran normal
5.              Tidak ada deviasi dari kisaran normal

NIC: Monitor Pernafasan (3350)
1.    Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
2.    Catat pergerakan dada, catat ketidaksemitrisan, penggunaan otot bantu nafas, retraksi pada otot supraclaviculas dan intercostal
3.    Monitor pola nafas (misalnya: bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot dan pola ataxic)
4.    Monitor kemampuan batuk efektif pasien

4
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (00132)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, klien dapat menunjukan kontrol terhadap nyeri dan pengurangan nyeri, dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC: Kontrol nyeri (1605)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Mengenal kapan nyeri terjadi

5
2
Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic

5
3
Melaporkan nyeri yang terkontrol

5
Keterangan:
1.    Tidak pernah menunjukkan
2.    Jarang menunjukkan
3.    Kadang-kadang menunjukkan
4.    Sering menunjukkan
5.    Secara konsisten menunjukkan
NOC: Tingkat nyeri (2102)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Panjangnya episode nyeri

5
2
Ekspresi wajah meringis

5
3
Ketegangan otot

5
Keterangan:
1.    Berat
2.    Cukup
3.    Sedang
4.    Ringan
5.    Tidak ada

NIC: Manajemen nyeri (2380)
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan factor pencetus
2. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimanaan pasien terhadap nyeri
3. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadapn kualitas hidup pasien (misalnya tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja dan tanggung jawab peran
4. Gali bersama pasien factor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberatkan nyeri
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti relaksasi atau terapi music
6. Kolaborasika dengan dokter untuk pemberian analgesik

5
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (00046)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, pada klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC: Penyembuhan Luka Primer (1102)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Memperkirakan kondisi kulit

1
2
Memperkirakan kondisi tepi luka

1
3
Pembentukan bekas luka

1
4
Tanda-Tanda Vital normal atau bisa ditoleransi

1
Keterangan:
1.    Tidak ada
2.    Terbatas
3.    Sedang
4.    Besar
5.    Sangat besar

NIC: Perawatan Luka (3660)
1.    Angkat balutan dan plester perekat
2.    Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau
3.    Oleskan salep yang sesuai dengan kulit
4.    Pantau peningkatan suhu tubuh
5.    Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
6.    Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat
7.    Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan tampilan

6
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal (00085)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, klien dapat mengatasi hambatan mobilitas fisik, dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC: Ambulasi (0200)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Menopang berat badan

5
2
Berjalan dengan langkah yang efektif

5
3
Berjalan dengan pelan

5
Keterangan:
1.    Sangat terganggu
2.    Banyak terganggu
3.    Cukup terganggu
4.    Sedikit terganggu
5.    Tidak terganggu

NIC: Perawatan tirah baring (0740)
1.      Balikan pasien tidak dapat mobilisasi paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik
2.      Bantu menjaga kebersihan (misalnya dengan menggunakan deodorant atau parfum)
3.      Monitor komplikasi dari tirah baring (misalnya kehilangan tonus oto, nyeri punggung, konstipasi, peningkatan stress, depresi perubahan siklus tidur, infeksi saluran kemih dan kesulitan dalam berkmih, serta pneumonia)

NIC: Peningkatan latihan: latihan kekuatan (0201)
1.      Sediakan informasi mengenai fungsi otot, latihan fisiologi dan konsekuensi dari penyalahgunaannya
2.      Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk terlibat dalam latihan otot progesif
3.      Demonstrasikan sikap tubuh yang baik dan tingkatkan latihan dalam setiap kelompok otot
4.      Instruksikan untuk menghindari latihan kekuatan saat suhu ekstrim
5.      Bantu untuk menaikan tingkat kenaikan kerja otot
6.      Kolaborasikan dengan keluarga atau tenaga kesehatan yang lain  (misalnya terapis aktivitas, pelatih fisiologis, terapis okupasional, terapis rekreasional, terapis fisik) dalam merencanakan, mengajarkan dan memonitor program latihan otot

7
Risiko   infeksi berhubungan dengan prosedur infasif (00004)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, infeksi tiak terjadi dengan kriteria hasil :
NOC: Kontrol Risiko: Proses Infeksi (1924)
No
Indikator
Skala Kaji
Skala Target
1
Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi

5
2
Mencuci tangan

5
Keterangan:
1.    Tidak pernah menunjukan
2.    Jarang menunjukan
3.    Kadang menunjukan
4.    Sering menunjukan
5.    Secara konsisten menunjukan
NIC: Perlindungan Infeksi (6550)
1.    Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2.    Pertahankan asepsis untuk pasien beresiko
3.    Periksa setiap kondisi sayatan bedah atau luka
4.    Instruksikan pasien untuk minum antibiotic yang diresepkan





DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Bulecheck. 2016. Nursing Intervention Classification, 6th Edition. United States of America: Mosby.
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification, 5th Edition. United States of America: Mosby
Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajara Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA International Inc. 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing Diagnostises: Definitions & Classifications 2015-2017. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R, dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC



 

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PNEUMOTHORAX




OLEH
NAMA                        : JONRIS SAMLOY
NPM                : 18180000112




STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019

No comments:

Post a Comment